readbud - get paid to read and rate articles

Minggu, 21 Agustus 2011

Zakat Fitrah

Hikmah Zakat Fitrah
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma ia berkata:
فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci bagi orang yg berpuasa dari perbuatan yg sia-sia dan kata-kata kotor serta sebagai pemberian makanan utk orang2 miskin.”


Hukum Zakat Fitrah
Pendapat yg terkuat zakat fitrah hukum wajib. Ini merupakan pendapat jumhur ulama di antara mereka adl Abul Aliyah Atha’ dan Ibnu Sirin sebagaimana disebutkan Al-Imam Al-Bukhari. Bahkan Ibnul Mundzir telah menukil ijma’ atas wajib fitrah walaupun tdk benar jika dikatakan ijma’. Namun ini cukup menunjukkan bahwa mayoritas para ulama berpandangan wajib zakat fitrah.

Dasar mereka adl hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَاْلأُنْثَى وَالصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوْجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma ia mengatakan: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menfardhukan zakat fitri satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas budak sahaya orang merdeka laki2 wanita kecil dan besar dari kaum muslimin. Dan Nabi memerintahkan utk ditunaikan sebelum keluar orang2 menuju shalat .”



Siapa yg Wajib Berzakat Fitrah?
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan dlm hadits sebelum bahwa kewajiban tersebut dikenakan atas semua orang besar ataupun kecil laki2 ataupun perempuan dan orang merdeka maupun budak hamba sahaya. Akan tetapi utk anak kecil diwakili oleh wali dlm mengeluarkan zakat. Ibnu Hajar mengatakan: “Yang nampak dari hadits itu bahwa kewajiban zakat dikenakan atas anak kecil namun perintah tersebut tertuju kepada walinya. Dengan demikian kewajiban tersebut ditunaikan dari harta anak kecil tersebut. Jika tdk punya mk menjadi kewajiban yg memberi nafkah ini merupakan pendapat jumhur ulama.”
Nafi’ mengatakan:
فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يُعْطِي عَنِ الصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ حَتَّى إِنْ كَانَ لِيُعْطِي عَنْ بَنِيَّ
“Dahulu Ibnu ‘Umar menunaikan zakat anak kecil dan dewasa sehingga dia dulu benar-benar menunaikan zakat anakku.”

Wajibkah bagi Orang yg Tidak Mampu?
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa: “Bila kewajiban itu melekat ketika ia mampu melaksanakan kemudian setelah itu ia tdk mampu mk kewajiban tersebut tdk gugur darinya. Dan tdk menjadi kewajiban jika ia tdk mampu semenjak kewajiban itu mengenainya.”
Adapun kriteria tdk mampu dlm hal ini mk Asy-Syaukani menjelaskan: “Barangsiapa yg tdk mendapatkan sisa dari makanan pokok utk malam hari raya dan siang mk tdk berkewajiban membayar fitrah. Apabila ia memiliki sisa dari makanan pokok hari itu ia harus mengeluarkan bila sisa itu mencapai ukuran .”


Dalam Bentuk Apa Zakat Fitrah dikeluarkan?
Hal ini telah dijelaskan dlm hadits yg lalu. Dan lbh jelas lagi dgn riwayat berikut:
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كُنَّا نُعْطِيْهَا فِي زَمَانِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيْبٍ ..
“Dari Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu ia berkata: ‘Kami memberikan zakat fitrah di zaman Nabi sebanyak 1 sha’ dari makanan pokok 1 sha’ kurma 1 sha’ gandum ataupun 1 sha’ kismis ’.”



Bolehkah Mengeluarkan dlm Bentuk Uang?
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dlm hal ini.
Pendapat pertama: Tidak boleh mengeluarkan dlm bentuk uang. Ini adl pendapat Malik Asy-Syafi’i Ahmad dan Dawud. Alasan syariat telah menyebutkan apa yg mesti dikeluarkan sehingga tdk boleh menyelisihinya. Zakat sendiri juga tdk lepas dari nilai ibadah mk yg seperti ini bentuk harus mengikuti perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Selain itu jika dgn uang mk akan membuka peluang utk menentukan sendiri harganya. Sehingga menjadi lbh selamat jika menyelaraskan dgn apa yg disebut dlm hadits.
An-Nawawi mengatakan: “Ucapan-ucapan Asy-Syafi’i sepakat bahwa tdk boleh mengeluarkan zakat dgn nilai .”
Abu Dawud mengatakan: “Aku mendengar Al-Imam Ahmad ditanya: ‘Bolehkah saya memberi uang dirham -yakni dlm zakat fitrah-?’ Beliau menjawab: ‘Saya khawatir tdk sah menyelisihi Sunnah Rasulullah’.”
Ibnu Qudamah mengatakan: “Yang tampak dari madzhab Ahmad bahwa tdk boleh mengeluarkan uang pada zakat.”
Pendapat ini pula yg dipilih oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dan Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan
Pendapat kedua: Boleh mengeluarkan dlm bentuk uang yg senilai dgn apa yg wajib dia keluarkan dari zakat dan tdk ada beda antara keduanya. Ini adl pendapat Abu Hanifah.
Pendapat pertama itulah yg kuat.
Atas dasar itu bila seorang muzakki memberi uang pada amil mk amil diperbolehkan menerima jika posisi sebagai wakil dari muzakki. Selanjut amil tersebut membelikan beras –misalnya– utk muzakki dan menyalurkan kepada fuqara dlm bentuk beras bukan uang.


Waktu Mengeluarkannya
Menurut sebagian ulama bahwa jatuh kewajiban fitrah itu dgn selesai bulan Ramadhan. Namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa waktu pengeluaran zakat fitrah itu sebelum shalat sebagaimana dlm hadits yg lalu.
وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوْجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ
“Dan Nabi memerintahkan agar dilaksanakan sebelum orang2 keluar menuju shalat.”
Dengan demikian zakat tersebut harus tersalurkan kepada yg berhak sebelum shalat. Sehingga maksud dari zakat fitrah tersebut terwujud yaitu utk mencukupi mereka di hari itu.

Namun demikian syariat memberikan kelonggaran kepada kita dlm penunaian zakat di mana pelaksanaan kepada amil zakat dapat dimajukan 2 atau 3 hari sebelum Id berdasarkan riwayat berikut ini:
كَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يُعْطِيْهَا الَّذِيْنَ يَقْبَلُوْنَهَا وَكَانُوا يُعْطُوْنَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
“Dulu Abdullah bin Umar memberikan zakat fitrah kepada yg menerimanya1. Dan dahulu mereka menunaikan 1 atau 2 hari sebelum hari Id.”

Dalam riwayat Malik dari Nafi’:
أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَبْعَثُ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ إِلَى الَّذِي تُجْمَعُ عِنْدَهُ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمَيْنِ أَوْ ثَلاَثَةٍ
“Bahwasa Abdullah bin Umar menyerahkan zakat fitrah kepada petugas yg zakat dikumpulkan kepada 2 atau 3 hari sebelum Idul Fitri.”

Sehingga tdk boleh mendahulukan lbh cepat daripada itu walaupun ada juga yg berpendapat itu boleh. Pendapat pertama itulah yg benar krn demikianlah praktek para shahabat.


Sasaran Zakat Fitrah
Yang kami maksud di sini adl mashraf atau sasaran penyaluran zakat.
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dlm hal ini. Sebagian ulama mengatakan sasaran penyaluran adl orang fakir miskin secara khusus.
Sebagian lagi mengatakan sasaran penyaluran adl sebagaimana zakat yg lain yaitu 8 golongan sebagaimana tertera dlm surat At-Taubah 60.
Ada 8 golongan yang berhak menerima zakat fitrah dan zakat harta, yaitu sesui dengan firman Allah SWT :

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS.At-taubah 9: 60)
Ini merupakan pendapat Asy-Syafi’i satu riwayat dari Ahmad dan yg dipilih oleh Ibnu Qudamah .

Dari dua pendapat yg ada nampak yg kuat adl pendapat yg pertama. Dengan dasar hadits Nabi yg lalu:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ
Dari Ibnu Abbas ia mengatakan: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci bagi orang yg berpuasa dari perbuatan yg sia-sia dan kata-kata kotor serta sebagai pemberian makanan bagi orang2 miskin.”

Ini merupakan pendapat yg dipilih oleh Ibnu Taimiyyah Ibnul Qayyim Asy-Syaukani dlm buku As-Sailul Jarrar3 dan di zaman ini Asy Syaikh Al-Albani dan difatwakan Asy-Syaikh Ibnu Baz Ibnu Utsaimin dan lain-lain.
Ibnul Qayyim mengatakan: “Di antara petunjuk beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam zakat ini dikhususkan bagi orang2 miskin dan tdk membagikan kepada 8 golongan secomot-secomot. Beliau tdk pula memerintahkan utk itu serta tdk seorangpun dari kalangan shahabat yg melakukannya. Demikian pula orang2 yg setelah mereka.”

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menjelaskan dlm Tafsir- : “Fakir adl orang yg tdk punya apa-apa atau punya sedikit kecukupan tapi kurang dari setengahnya. Sedangkan miskin adl yg mendapatkan setengah kecukupan atau lbh tapi tdk memadai.”


"ORANG MISKIN ITU BUKANLAH MEREKA YANG BERKELILING MINTA-MINTA KEPADA ORANG LAIN AGAR DIBERIKAN SESUAP DAN DUA SUAP MAKANAN DAN SATU DUA BUTIR KURMA."PARA SAHABAT BERTANYA,"YA RASULULLAH,(KALAU BEGITU) SIAPA YANG DIMAKSUD ORANG MISKIN ITU?"BELIAU MENJAWAB,"MEREKA IALAH ORANG YANG HIDUPNYA TIDAK BERKECUKUPAN ,DAN DIA TIDAK PUNYA KEPANDAIAN UNTUK ITU,LALU DIA DIBERI SHADAQAH(ZAKAT),DAN MEREKA TAK MAU MINTA-MINTA SESUATU PUN KEPADA ORANG LAIN."
Hadits shahih: diriwayatkan oleh muslim(no.1039(101),Abu Dawud (no.1631),dan 
An-Nasa-i (v/85).dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu'anhu.

Pendapat ulama yang lain bahwa apabila kebutuhan hidup dasar itu angka 10, maka Fakir hanya memperoleh pendapatan 3, sedangkan miskin memperoleh pendapatan 7.

Orang fakir adalah orang yang butuh dan memiliki penyakit menahun, sedangkan orang miskin adalah orang yang butuh tetapi badannya sehat’” 
(Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, hal. 150)
Quraisy Shihab berpendapat bahwa ukuran kemiskinan dapat berbeda akibat perbedaan lokasi dan situasi.

Kemiskinan menurut Pemerintah melalui BPS
Ada 14 kriteria kemiskinan (tahun 2005), yaitu:
1. Hidup dalam rumah dengan ukuran lebih kecil dari 8 M2 per orang.

2. Hidup dalam rumah dengan lantai tanah atau lantai kayu berkualitas rendah/bambu.

3. Hidup dalam rumah dengan dinding terbuat dari kayu berkualitas rendah/bambu/rumbia/tembok tanpa diplester.

4. Hidup dalam rumah yang tidak dilengkapi dengan WC/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5. Hidup dalam rumah tanpa listrik.

6. Tidak mendapatkan fasilitas air bersih/sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

7. Menggunakan kayu bakar, arang atau minyak tanah untuk memasak.

8. Mengkonsumsi daging atau susu seminggu sekali.

9. Belanja satu set pakaian baru setahun sekali.

10.Makan hanya sekali atau dua kali sehari.

11.Tidak mampu membayar biaya kesehatan pada Puskesmas terdekat.

12.Pendapatan keluarga kurang dari Rp. 600.000,- per bulan.

13.Pendidikan Kepala Keluarga hanya setingkat Sekolah Dasar.

14.Tidak memilik tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp. 500.000,-(kendaraan, emas,ternak dll)

15.Mempekerjakan anak di bawah umur.

16.Tidak mampu membiayai anak untuk sekolah.

Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dg pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari.




Tidak ada komentar: